BAB I
MEMBINA KELUARGA (MUNAKAHAT / PERNIKAHAN)
A. Pernikahan
Pengertian pernikahan
1) Kata Nikah (نِكَاحُ)
atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan
kata perkawinan (زَوْج). Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan
antara seseorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak
dan kewajiban antara keduanya.
2) Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan
suatu ikatan lahir dan batin antara dua orang laki-laki dan perempaun,
untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk mendapatkan keturunan yang
dilaksanakan menurut ketentuan syariat Islam.
3) Pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu menjadi
syah/halal jika sudah terikat tali ikatan perkawinan. Tanpa adanya perkawinan,
tidak akan pernah ada proses saling melengkapi dalam kehidupan ini antara
laki-laki dan perempuan.
Pengertian dan hukum
pernikahan
Menurut jumhur ulama menetapkan
bahwa hukum perkawinan dibagi menjadi limamacam yaitu : Asal hukum pernikahan
adalah
1)
Hukum Sunah. Artinya
seseorang yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan sudah mempunyai
bekal untuk menikah, tetapi tidak takut terjerumus dalam perbuatan zina.
Firman Allah
(QS. An Nur /24 :32) :
32. dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
[1035] Maksudnya: hendaklah
laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu
agar mereka dapat kawin.
Sabda Rasulullah :
Artinya : “Hai kaum pemuda,
apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah,. Sebab kawin itu lebih
kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia
berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Bukhari dan muslim)
2)
Hukum mubah
(boleh), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang
melarang untuk menikah.
3)
Hukum wajib,
jika seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyah sudah layak untuk
menikah, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah
serta untuk menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh
pada perbuatan mesum (zina).
4)
Hukum Makruh
hukumnya bagi seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniyahnya sudah
layak, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang tetapi tidak mempunyai biaya untuk
bekal hidup beserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya
dianjurkan untuk menjalankan puasa.
5) Hukum Haram hukumnya bagi seseorang
yang menikahi wanita dengan tujuan untuk menyakiti, mempermainkan dan memeras
hartanya.
Syarat
nikah :
1)
Calon suami syaratnya menurut ketentuan
syari’at Islam adalah : beragama Islam, jelas bahwa ia laki-laki, atas
keinginan dan pilihan sendiri (tidak terkena paksaan), tidak beristri empat
(termasuk istri yang telah dicerai tetapi dalam masa iddah / waktu
tunggu), tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon isteri, tidak mempunyai
isteri yang haram dimadu dengan calon isterinya, mengetahui bahwa calon isteri
itu tidak haram baginya dan tidak sedang berihram haji atau umrah.
2)
Calon istri yang akan dinikahi syaratnya
adalah :beragama Islam, jelas bahwa ia seorang perempuan, telah mendapat ijin
dari walinya, tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah, tidak mempunyai
hubungan mahram dengan calon suami, belum pernah di li’an (dituduh zina) oleh
calon suaminya, jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendiri, bukan
karena dipaksa oleh siapapun, jelas ada orangnya dan tidak sedang ihram haji
atau umrah.
3)
Wali, syaratnya : laki-laki, beragama
Islam, sudah baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil dan tidak sedang
melaksanakan ihram haji atau umrah.
4)
Dua orang saksi, syaratnya : dua orang laki-laki,
beragama islam, baligh, berakal, merdeka dan adil, bisa melihat dan mendengar,
memahami bahasa yang digunkan dalam akad, tidak sedang mengerjakan ihram haji
atau umrah dan hadir dalam ijab qabul.
5)
Ijab dan qabul. Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak
permpuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada pihak pengantin
laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya
sebagai tanda penerimaan.Adapaun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai
berikut :
(1) Menggunakan kata yang bermakna menikah ( النَّكَاحُ) atau
mengawinkan baik bahasa Arab ataupun padanan kata itu dalam bahasa Indonesia
atau bahasa daerah sang pengantin.
(2) Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah
(3) Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak
boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain.
(4) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada
satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun
(5) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
Rukun
nikah :
Adapun rukun
nikah ada lima macam, yaitu : calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi
dan ijab qabul.
B. Khitbah /
Meminang
Pengertian khitbah
Khitbah/pinangan
yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat
perjodohan, dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai calon
isterinya.
Khitbah (lamaran)
Khitbah adalah jalan pembuka menuju pernikahan. Boleh dibilang, khitbah
merupakan jenjang yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang
gadis yang sedang dipinang oleh seorang pemuda dan pernikahannya. Keduanya
sepakat untuk menikah. Tapi, ini hanya sekadar janji untuk menikah yang tidak
mengandung akad nikah.
Pengertian dan hukum
khitbah
Lamaran atau
pinanangan bukan sesuatu yang menjadi wajib hukumnya. Hal ini menurut pendapat
jumhur ulama’ yang didasarkan pada pinangan nikah yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad Saw. Tetapi Dawud berpendapat bahwa pinangan hukumnya wajib.
Dalil yang
membolehkan pinangan sebagaimana firmanAllah SWT :
Artinya : “Dan
tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik
atau harus menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu … “(QS.
Al Baqarah /2: 235)
Batasan Khitbah :
1. Khitbah biasanya, peminangan seorang pria kepada
wanita (tentunya kepada wali wanita tersebut). seorang wanita juga bisa meminta
kepada pria untuk dinikiahi.
Rasulullah bersabda yang di riwayatkan oleh imam bukhari dan muslim. Yang
artinya: telah datang seorang prempuan kepada Rasulullah yang mana perempuan
tersevut meminta kepada nabi untuk menikahinya, sehingga nabi berdiri di
sampingnya lama sekali, ketika itu salah satu dari sahabat melihatnya dan
beranggapan bahwa beliau tidak berkehendak untuk menikahinya, maka sahabat
tersebut berkata: nikahkan saya ya Rasullah jikalau kamu tidak ada hajah (berkehendak)
untuk menginginkannya, maka berkata Rasulullah : apakah kamu punya punya
sesuatu? dia berkata tidak!, dan beliau berkata lagi buatlah cicin walaupun
dari besi, kemudian sahabat tersebut mencarinya dan tidak mendapatkan nya,
kemudian beliau bersabda : apakah kamu hafal beberapa surat dari alquran ? Dia
menjawab iya! surat ini dan ini, maka beliau bersabda : saya nikahkan kamu
dengan nya dengan apa yang kamu hafal dari alquran.”
Dari kontek hadist di atas sudah jelas sekali bahwa di perbolehkan bagi
perempuan untuk meminta kepada seorang lelaki soleh yang bertaqwa dan berpegang
teguh terhadap Dinnya untuk meminangnya, jika lelaki tersebut ingin maka nikahi
dan jikalau tidak maka tolaklah, akan tetapi tidak di anjurkan untuk menolaknya
secara terang-terangan cukup diam dengan memberikan isyarat, untuk menjaga
kehormatan hati prempuan tersebut .
2. Khitbah bukan menghalalkan segalanya Khitbah
(tunangan) bukanlah syarat sahnya nikah ,akad nikah tanpa khitbah tetap sah,
akan tetapi khitbah suatu wasilah untuk menuju ke jenjang pernikahan yang di
perbolehkan .
Mari kita simak syafi’iyah: khitbah adalah suatu yang di sunatkan dan di
anjurkan ,dengan dalil fi’iliyah sebagai mana Rasulullah meminang aisyah binti
abu bakar ra. Dalam masa penantian sebelum resmi menikah, seorang lelaki dan
perempuan wajib menjaga kehormatan dirinya. Meskipun sudah melakukan khitbah
atau pertunangan, tetap saja keduanya belum dihalalkan untuk melakukan sesuatu
yang lazim dipraktekkan pasangan suami isteri.
Dari sini, tidak dibenarkan bagi kedua tunangan untuk melanggar batas-batas
syariat, seperti percampuran dan kencan. Ketentuan umum terkait aurat,
ikhtilath/khalwat tetap menjadi larangan. Untuk menghindari hal-hal sepertiini,
solusi terbaik adalah tindakan preventif dari hal-hal yang diharamkan Allah
swt, termasuk menjaga jarak dengan calon isteri atau suaminya sedini mungkin.
Sebab, hubungan khatib (pelamar) dgn makhtubahnya (perempuan yang dilamar)
adalah hubungan yang paling rawan dan berbahaya.
3. Jangan
berlama dalam masa khitbah Meski tidak ada nash khusus tentang batas waktu masa
khitbah, tapi dianjurkan menikah dan khitbah tidak terlalu lama. Untuk
menghindarkan fitnah dan berbagai potensi terjadinya kerusakan. Sesudah khitbah
(permohonan menikah) disetujui, sebaiknya keluarga kedua pihak bermusyawarah
mengenai kapan dan bagaimana walimah dilangsungkan.
“Dan sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya”
4. Haram
meminang pinangan saudaranya diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu ‘anhuma menuturkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak boleh pula
seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya
meninggalkannya atau peminang mengizinkan kepadanya”
Boleh hukumnya mengkhitbah lewat SMS, karena ini termasuk mengkhitbah lewat
tulisan (kitabah) yang secara syar’i sama dengan khitbah lewat ucapan. Kaidah
fikih menyatakan : al-kitabah ka al-khithab (tulisan itu kedudukannya sama
dengan ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860).
Kaidah itu berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya,
yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang
diucapkan dengan lisan (khithab).
Namun setelah saya coba konsultasi dengan mas’ul, bila SMS ini juga sudah
disetujui oleh sang akhwat(wanita), maka haruslah setelah itu sang ikhwan(pria)
berkunjung bersama walinya ke orang tua akhwat tersebut. agar khitbahnya
menjadi sah.
Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa
jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami,
tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang
sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli
harus ada prinsip kedua belah pihak ridho.
Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika
salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi.
Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat
untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam
melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu
(dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur.
C.
Mahram Nikah
Pengertian
mahram nikah :
1)
Mahram berasal
dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi. Sebenarnya antara keharaman
menikahi seorang wanita dengan kaitannya bolehnya terlihat sebagian aurat ada
hubungan langsung dan tidak langsung.
2)
Hubungan
langsung adalah bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau
keluarga. Hubungan tidak langsung adalah karena faktor diri wanita tersebut.
Misalnya, seorang wanita yang sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang
lain. Juga seorang wanita yang masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau
wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yang agamanya adalah agama penyembah
berhala seperi majusi, Hindu, Buhda,
3)
Hubungan mahram
ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat
permanen, antara lain :
(1)
Kebolehan
berkhalwat (berduaan)
(2)
Kebolehan
bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani
mahramnya.
(3)
Kebolehan
melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan
kaki.
Ayat-ayat Tentang Kemahraman Di Dalam Al-Quran :
1)
Daftar mahram
menurut (QS. An-Nisa : 23) :
23. diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu,
nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah
anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya.
Dari ayat ini dapat kita rinci ada
beberapa kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang
yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :
(1)
Ibu kandung
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian tertentu dari auratnya di hadapan anak-anak kandungnya.
(2)
Anak-anakmu
yang perempuan
Jadi wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan ayah kandungnya.
(3)
Saudara-saudaramu
yang perempuan,
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan saudara laki-lakinya.
(4)
Saudara-saudara
bapakmu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara laki-lakinya. Dalam bahasa kita berarti keponakan.
(5)
Saudara-saudara
ibumu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara wanitanya. Dalam bahasa kita juga berarti keponakan.
(6)
Anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ayah.
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ayah.
(7)
Anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ibu.
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ibu.
(8)
Ibu-ibumu yang
menyusui kamu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan seorang laki-laki yang dahulu pernah disusuinya, dalam hal ini disebut anak susuan.
(9)
Saudara
perempuan sepersusuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang dahulu pernah pernah menyusu pada wanita yang sama, meski wanita itu bukan ibu kandung masing-masing. Dalam hal ini disebut saudara sesusuan.
(10)
Ibu-ibu
isterimu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami dari anak wanitanya. Dalam bahasa kita, dia adalah menantu laki-laki.
(11)
Anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami ibunya (ayah tiri) tetapi dengan syarat bahwa laki-laki itu sudah bercampur dengan ibunya.
(12)
Isteri-isteri
anak kandungmu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi ayah dari suaminya. Dalam bahasa kita adalah mertua laki-laki.
2)
Daftar mahram
menurut (QS An-Nuur : 31) :
31. Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Dari Ayat ini
juga berbicara tentang siapa saja orang yang boleh melihat sebagian aurat
wanita yang dalam hal ini juga berstatus sebagai mahram. Orang-orang yang
disebutkan dalam ayat ini ada yang sudah disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat
23 dan ada pula yang belum. Yang sudah disebutkan antara lain adalah ayah,
anak, saudara laki-laki dan anak saudara laki-laki. Selebihnya belum
disinggung. Mereka adalah :
(1)
Suami
Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian auratnya tetapi seluruh auratnya halal bila terlihat.
Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian auratnya tetapi seluruh auratnya halal bila terlihat.
(2)
Ayah
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan ayahnya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan ayahnya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(3)
Ayah suami
Dalam bahasa
kita adalah mertua. Yaitu ayahnya suami seorang wanita.
(4)
Putera atau
anak
Bahwa seorang
wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anaknya telah dijelaskan
pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(5)
Putera-putera
suami
Dalam bahasa kita maksudnya adalah anak tiri, dimana seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya anak tiri. 6. Saudara-saudara laki-laki. Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan saudara laki-lakinya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [3]
(6)
putera-putera
saudara lelaki
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan putera saudara laki-lakinya (keponankan) telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [4]
(7)
Putera-putera
saudara perempuan
Dalam bahasa kita maksudnya adalah keponakan dari kakak atau adik wanita.
(8)
Wanita-wanita
Islam
Jadi bila sesama wanita yang muslimah, seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya, Tetapi tidak boleh terlihar seluruhnya. Karena satu-satunya yang boleh melihat seluruh aurat hanya satu orang saja yaitu orang yang menjadi suami. Sedangkan sesama wanita tetap tidak boleh terlihat seluruh aurat kecuali ada pertimbangan darurat seperti untuk penyembuhan secara medis yang memang tidak ada jalan lain kecuali harus melihat.
Adapun wanita
yang statusnya bukan Islam seperti Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu
atau ateis, maka seorang wanita musimah diharamkan terlihat auratnya meski
hanya sebagian. Karena itu buat para wanita muslimah yang tinggal bersama di
sebuah asrama atau di rumah kost, pastikan bahwa wanita yang tinggal bersama
anda muslimah semuanya. Karena kalau ada yang bukan muslimah, anda tetap
diwajibkan menutup aurat seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
sebagaimana di depan laki-laki non mahram. Begitu juga bila masuk ke kolam
renang khusus wanita, pastikan bahwa semua pengunjungnya adalah wanita dan
agamanya harus Islam.
(9)
Budak-budak
yang mereka miliki
Di masa perbudakan, seorang wanita masih dibolehkan terlihat auratnya di hadapan budak yang dimilikinya. Tapi di masa kini, sopir dan pembantu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai budak, karena mereka adalah orang merdeka.
(10)
Pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali sudah mati nafsu birahi baik secara alami atau karena dioperasi. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna :
Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali sudah mati nafsu birahi baik secara alami atau karena dioperasi. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna :
(11)
Anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita.
- Mereka adala orang yang bodoh/pandir
yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
- Mereka adalah orang yang mengabdikan
hidupnya pada suatu kaum (harim) yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
- Mereka adalah orang yang impoten
total.
- Mereka adalah orang yang dipotong
kemaluannya,
- Mereka adalah orang yang waria yang
tidak punya hasrat kepada wanita.
- Mereka adalah orang yang tua renta
yang telah hilang nafsunya
Pembagian
mahram nikah :
Tentang siapa
saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi tiga klasifikasi besar
:
1. Mahram
Karena Nasab
- Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti
nenek, ibunya nenek.
- Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti
anak perempuannya anak perempuan.
- Saudara kandung wanita.
- Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
- Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
- Banatul Akh / Anak wanita dari saudara
laki-laki.
- Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara
wanita.
2. Mahram
Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
- Ibu dari istri (mertua wanita).
- Anak wanita dari istri (anak tiri).
- Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
- Istri dari ayah (ibu tiri).
3. Mahram
Karena Penyusuan
- Ibu yang menyusui.
- Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
- Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya
(nenek juga).
- Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara
wanita sesusuan).
- Saudara wanita dari suami wanita yang
menyusui.
- Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
Penjelasan mahram nikah :
Mahram adalah seseorang, baik
laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapaun sebab-sebab yang
menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki
dapat dabagi menjadi dua yaitu haram dinikahi untuk selamanya dan haram
dinikahi yang bersifat sementara, sebagaimana pembahasan berikut di bawah ini.
1) Sebab haram dinikah untuk selamanya, dibagi menjadi empat macam yaitu
haram sebab nasab, sebab pertalian nikah, sebab sepersusuan dan wanita yang
telah dili’an. Adapun pembahasannya sebagai berikut :
(1) Wanita-wanita
yang haram dinikahi karena nashab. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu, Nenek,
Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki, Saudara perempuan,Bibi dari
jalur ayah, Bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki, Anak
perempuannya anak laki-laki.
“Diharamkan atas kalian (menikahi)
ibu-ibu kalian, naka-anak perempuan kalian, saudara-saudara perempuan
kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur ayah),
saudara-saudara permpuan ibu kalian (bibi daru jalur ibu) anak-anak
perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian, anak-anak perempuannya saudara
perempuan kalian “ (Q.S. An Nisa
/4: 23)
(2) Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian
nikah, mereka adalah sebagai berikut : Isteri ayah dan Istri kakek. Allah
SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”(QS. An Nisa/4 : 22)
Kemudian Ibu Istri (ibu mertua) dan
nenek ibu istri, Anak perempuan istri (anak perempuan tiri). Allah SWT
berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu (QS.An Nisa/4: 22).
(3) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena
sepersusuan. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu-ibu yang diharamkan dinikahi
karena sebab nashab, Anak-anak perempuan, Saudara-saudara perempuan, bibi
dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki
dan Anak perempuannya saudara perempuan.
(4) Wanita yang telah di li’an
Suami haram menikahi wanita yang
telah dili’annya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “ Suami Isteri yang telah
melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi
selama-lamanya” (HR. Abu Dawud)
2) Sebab Haram dinikah sementara
Haram dinikahi sementara maksudnya
adalah seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam waktu
tertentu. Bila sebab itu tidak ada lagi perempuan tersebut boleh dinikahi,
sebab-sebab tersebut dibagi menjadi lima macam yaitu ; sebab pertalian
nikah, thlaq bain kubra, memadu dua orang bersaudara, beristri lebih dari empat
orang dan berbeda agama.
(1) Sebab
Pertalian Nikah
Perempuan yang
masih ada dalam ikatan perkawinan, haram dinikah dengan laki-laki lain,
termasuk perempuan yang masih ada dalam massa idah baik iddah talak maupun
iddah wafat : Allah SWT berfirman :
Artinya : “Janganlah
kamu bertekad untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuandalam iddah wafat
sebelum iddahnya habis”. (QS. Al Baqarah/4 : 235)
(2) Sebab
Thalaq Bain Kubra (perceraian sudah tiga kali)
Thalaq bain
kubra adalah thalaq tiga. Sorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalaq
tiga, haram baginya untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan
isteri itu belum kawin dengan laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah lagi
dengan mantan isterinnya dengan syarat mantan istri itu : telah menikah dengan
laki-laki lain (suami baru),dicampuri oleh suami baru , telah dicerai suami
baru, dan habis masa iddah.
Allah berfirman
:
“Selanjutnya
jika suami mencerainya (untuk ketiga kalinya), perempuan tidak boleh dinikahi
lagi olehnya sehingga ia menikah lagi dengan suami lain. Jika suami yang
baru telah mencerainya, tidak apa-apa mereka (mantan suami isteri) menikah lagi
jika keduanya optimis melaksanakan hak masing-masing sebagaimana ditetapkan
oleh Allah SWT (Al- Baqarah/2
: 230)
(3) Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara.
Seorang
laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan seorang perempuan (termasuk
dalam masa iddah talak raj’i) haram baginya menikah dengan :
a) Saudara perempuan isterinya, baik kandung
seayah maupun seibu
b) Saudara perempuan ibu isterinya (bibi istri)
baik kandung seayah ataupun kandung seibu dengan ibu isterinya.
c) Saudara perempuan bapak isterinya (bibi
isterinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan bapak isterinya.
d) Anak
perempuan saudara permpuan isterinya (kemenakan isterinya) baik kandung seayah
maupun seibu
e) Anak perempuan saudara laki-laki isterinya
baik kandung seayah maupun seibu
f) Semua
perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya Allah SWT berfirman:
“Diharamkan bagimu memadu dua
orang permpuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. (QS. An Nisa/4 : 23)
(4) Sebab beristri lebih dari empat orang.
Seorang
laki-laki yang beristri lebih dari empat orang, haram lagi menikah dengan
perempuan yang kelima. Seorang laki-laki boleh memperistri perempuan maksimal
empat. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an surat
An-Nisa’ : 3
3. dan jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
[265] Berlaku adil ialah perlakuan
yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain
yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami
dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan
pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini
membatasi poligami sampai empat orang saja.
(5) Sebab
Perbedaan Agama
Mahram nikah
karena perbedaan agama, ada dua macam yaitu perempuan musyrik haram
dinikahi laki-laki muslim dan perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non
muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama selain islam.
D. Pernikahan
Terlarang
Macam-macam pernikahan
terlarang :
Nikah terlarang
maksudnya pernikahan yang tidak diperbolehkan dalam agama Islam, karena sesuatu
sebab yang lain atau perbuatan tersebut bukan merupakan ajaran Islam.Adapun
macam-macam pernikahan yang dilarang dalam agama Islam adalah :
1) Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah nikah yang
dilakukan oleh seseorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa
nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah tersebut dilarang
karena dilakukan untuk waktu yang terbatas dan tujuannya tidak sesuai dengan
tujuan perkawinan yang disyari’atkan. Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Nabi
Muhammaad SAW tetapi kemudian dilarang untuk selamanya.
Dari Salah bin Al Akwa ra ia
berkata“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari
peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.” ( H.R. Muslim )
2) Nikah Syighar (kawin tukar)
Nikah sighar ialah wali bagi seorang
perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain tanpa mas kawin,
dengan pernjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan imbalan, yaitu mau
mengawinkan wanita di bawah perwaliannya. Misalnya Amir menikahkan anaknya
bernama Fatimah dengan Imran tanpa mahar harta benda, dengan perjanjian Imran
mau menikahkan wanita dibawah perwaliannya kepada si Amir tanpa mahar. Yang
dijadikan mahar adalah kemaluan masing-masing dari kedua wali tersebut. Malik
berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak disyahkan selamanya, dan harus
dibatalkan, baik sesudah atau sebelum terjadi pergaulan ( dukhul ).
Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya
Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Syighar ialah mengawinkan
seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua mempelai
tidak disertai dengan mas kawin” (HR. Bukahri muslim)
3) Nikah Muhallil ( Nikah untuk menghalalkan )
Nikah muhallil ialah nikah yang
dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang dinikahinya
bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga, untuk kawin lagi. Nikah tersebut
dilarang karena tujuannya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan yang
sebenarnya. Perempuan yang telah dithalak tiga, tidak boleh kawin lagi dengan
bekas suaminya yang telah menthalak tiga itu, kecuali kalau perempuan tersebut
sudah kawin dengan laki-laki lain, bukan untuk tujuan menghalalkan dinikahi
oleh bekas suaminya yang pertama, telah dicampuri, dicerai oleh suami yang
kedua dan baru boleh dinikah kembali.
Diantara dalil yang melarang nikah
muhallil :
“Dari Ibnu
Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang
laki-laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )
Muhallil adalah laki-laki yang
menikahi perempuan dengan maksud menghalal-kan perempuan itu bekas suaminya
yang telah menthalak tiga, untuk kawin lagi. Muhallahu adalah bekas suami yang
telah menthalak tiga itu.
4) Nikah beda Agama
Maksudnya adalah laki-laki muslim
dilarang menikahi perempuan non muslim atau sebaliknya wanita muslimah dilarang
dinikahi laki-laki non muslim. Sebagaimana Firman Allah dalam alQur’an:
Artinya : “Jangan nikah
perempuan-perempuan musyrik (kafir) sehingga mereka beriman, sesunguhnya hamba
sahaya yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik
hatimu (karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan
laki-laki musyrik sehingga ia beriman.” (QS. AL Baqarah/2 : 221) .
E. Macam-macam Wali Nikah
Ketentuan dan macam-macam
wali :
Macam
Tingkatan Wali
Wali nikah terbagi mnjadi dua macam
yaitu wali nashab dan wali hakim.
1) Wali nashab adalah wali
dari pihak kerabat, artinya wali yang mempunyai pertalian darah atau keturunan
dengan perempuan yang akan dinikahkannya. Wali nasab ditinjau dari dekat dan
jauhnya dengan mempelai wanita dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) wali akrab ( lebih dekat hubungannya
dengan mempelai perempuan) dan
(2) wali ab’ad ( wali yang lebih jauh
hubungannya dengan mempelai perempuan ).
Di bawah ini
susunan wali nasab sebagai berikut :
1) Ayah
2) Kakek
dari pihak bapak
3) Saudara
laki-laki kandung
4) Saudara
laki-laki sebapak
5) Anak
laki-laki saudara laki-laki kandung
6) Anak
laki-laki saudara laki-laki sebapak
7) Paman
(saudara bapak) sekandung
8) Paman
(saudara bapak) sebapak
9) Anak
laki-laki dan paman kandung
10) Anak
laki-laki dari paman laki-laki
11) Hakim
2) Wali hakim adalah pejabat
yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu
dengan sebab tertentu pula. Dengan kata lain wali hakim ialah pejabat negara
yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaanya di Indonesia
dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi
hakim (biasanya yang diangkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk
mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim. Sebagaimana sabda Rasulullah :
Artinya : “Dari ‘Aisyah ra. ia
berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan
tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah
disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah
menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran antara wali-wali,
maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang
empat kecuali Nasa’i)
Adapun sebab-sebab berpindahnya
wewenang wali nasab kepada wali hakim, adalah apabila wali nasab:
1) Tidak ada wali nashab
2) Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat
dan wali yang lebih jauh tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram /
ibadah haji
5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak
dapat dijumpai
6) Wali yang lebih dekat adal menikahkan, yaitu
tidak mau menikahkan
7) Wali yang lebih dekat tawari, yaitu
sembunyi-sembunyi karena tidak mau menikahkan
8) Wali yang lebih dekat ta’azzuz, yaitu
bertahan, tidak mau menikahkan
9) Wali yang lebih dekat mufqud, yaitu hilang tidak
diketahui tempatnya dan tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula
hidup dan matinya.
Di samping ada wali nasab dan wali
hakim masih ada istilah wali yang lain yaitu :
1. Wali Mujbir
Di samping ada wali nasab dan wali
hakim masih ada wali mujbir yaitu wali yang berhak menikahkan anak perempuannya
yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta
ijin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Dalam hal ini hanya bapak
dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.
Kebolehan bapak dan kakek menikahkan
anak perempauannya tanpa minta ijin terlebih dahulu padanya adalah dengan
syarat-syarat :
1) Tidak ada permusuhan
antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2) Sekufu’ antara
perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami itu mampu
membayar mas kawin
4) Calon suami tidak
cacat.
2. Wali Adhal
Wali adhal ialah wali yang tidak mau
menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu
tidak disetujui adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suami
karena tidak sesuai dengan kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah
itu berakal sehat dan calon suami juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi
hal seperti tersebut diatas, maka perwalian itu pindah langsung pada wali
hakim, sebab adhal itu zalim sedang yang dapat menghilangkan kezaliman adalah hakim.
Artinya : “Kalau (wali-wali itu)
enggan (menikahkan) maka hakim menjadi wali perempuan yang tidak mempunyai
wali”
(HR. Abu Daud, Turnmudzi dan Ibnu
Hiban).
Apabila adhalnya sampai tiga kali,
maka perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali hakim. Kalau adhalnya itu
karena sebab yang logis menurut hukum Islam, maka tidak disebut adhal
seperti : wanita itu nikah dengan pria yang tidak sekufu, maharnya di bawah
mahar misil dan wanita itu dipinang oleh laki-laki yang lebih pantas daripada pinangan
pertama itu.
3. Wali Muhakam
Wali Muhakam adalah
wali hakim namun dalam keadaan darurat misalnya ketika ada kudeta sehingga
tidak ada pemerintahan yang berdaulat sehingga tidak berada di tangan penguasa/
sultan. Demikian juga jika maula (Penguasa) tidak
berada di negaranya sendiri tanpa seorang wali pun yang menyertai sedang
negaranya tidak mempunyai perwakilan di negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar