Jumat, 25 Maret 2016

Munakahat/ Pernikahan Madrasah Aliyah Kelas XI Semester Genap



BAB  I
MEMBINA KELUARGA (MUNAKAHAT /  PERNIKAHAN)

A. Pernikahan

Pengertian pernikahan      
1)  Kata Nikah (نِكَاحُ)  atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan (زَوْج). Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seseorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
2)  Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara dua orang laki-laki  dan perempaun, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk mendapatkan keturunan yang dilaksanakan  menurut ketentuan syariat Islam.
3)  Pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu menjadi syah/halal jika sudah terikat tali ikatan perkawinan. Tanpa adanya perkawinan, tidak akan pernah ada proses saling melengkapi dalam kehidupan ini antara laki-laki dan perempuan.

Pengertian dan hukum pernikahan

Menurut jumhur ulama menetapkan bahwa hukum perkawinan dibagi menjadi limamacam yaitu : Asal hukum pernikahan adalah
1)  Hukum Sunah. Artinya seseorang yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan sudah mempunyai bekal untuk menikah, tetapi tidak takut terjerumus dalam perbuatan zina.

Firman Allah (QS. An Nur /24 :32) :
32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Sabda Rasulullah :
Artinya : “Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah,. Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Bukhari dan muslim)

2)  Hukum mubah (boleh), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.

3)  Hukum wajib, jika seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyah sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada perbuatan mesum (zina).

4)  Hukum Makruh hukumnya bagi seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniyahnya sudah layak, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal hidup beserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya dianjurkan untuk menjalankan puasa.

5)  Hukum Haram hukumnya bagi seseorang yang menikahi wanita dengan tujuan untuk menyakiti, mempermainkan dan memeras hartanya.

Syarat nikah :
1)  Calon suami syaratnya menurut ketentuan syari’at Islam adalah : beragama Islam, jelas bahwa ia laki-laki, atas keinginan dan pilihan sendiri (tidak terkena paksaan), tidak beristri empat (termasuk istri yang telah dicerai tetapi dalam  masa iddah / waktu tunggu), tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon isteri,  tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isterinya, mengetahui bahwa calon isteri itu tidak haram baginya dan tidak sedang berihram haji atau umrah.
2)  Calon istri  yang akan dinikahi syaratnya adalah :beragama Islam, jelas bahwa ia seorang perempuan, telah mendapat ijin dari walinya, tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah, tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami, belum pernah di li’an (dituduh zina) oleh calon suaminya, jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendiri, bukan karena dipaksa oleh siapapun, jelas ada orangnya dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
3)  Wali, syaratnya : laki-laki, beragama Islam, sudah baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil dan tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah.
4)  Dua orang saksi, syaratnya : dua orang laki-laki, beragama islam, baligh, berakal, merdeka dan adil, bisa melihat dan mendengar, memahami bahasa yang digunkan dalam akad, tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah dan hadir dalam ijab qabul.
5)  Ijab dan qabul. Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak permpuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada  pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.Adapaun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
(1)  Menggunakan kata yang bermakna menikah ( النَّكَاحُ) atau mengawinkan baik bahasa Arab ataupun padanan kata itu dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah sang pengantin.
(2)  Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah
(3)  Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain.
(4)  Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun
(5)  Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.

Rukun nikah :
Adapun rukun nikah ada lima macam, yaitu : calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi dan ijab qabul.

B. Khitbah / Meminang

Pengertian khitbah
Khitbah/pinangan yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai calon isterinya.

Khitbah (lamaran)

Khitbah adalah jalan pembuka menuju pernikahan. Boleh dibilang, khitbah merupakan jenjang yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang gadis yang sedang dipinang oleh seorang pemuda dan pernikahannya. Keduanya sepakat untuk menikah. Tapi, ini hanya sekadar janji untuk menikah yang tidak mengandung akad nikah.

Pengertian dan hukum khitbah
Lamaran atau pinanangan bukan sesuatu yang menjadi wajib hukumnya. Hal ini menurut pendapat jumhur ulama’ yang didasarkan pada pinangan nikah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw. Tetapi Dawud berpendapat bahwa pinangan hukumnya wajib.
Dalil yang membolehkan pinangan sebagaimana firmanAllah SWT  :

Artinya : “Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik atau harus menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu … “(QS. Al Baqarah /2: 235)

Batasan Khitbah :

1. Khitbah biasanya, peminangan seorang pria kepada wanita (tentunya kepada wali wanita tersebut). seorang wanita juga bisa meminta kepada pria untuk dinikiahi.

Rasulullah bersabda yang di riwayatkan oleh imam bukhari dan muslim. Yang artinya: telah datang seorang prempuan kepada Rasulullah yang mana perempuan tersevut meminta kepada nabi untuk menikahinya, sehingga nabi berdiri di sampingnya lama sekali, ketika itu salah satu dari sahabat melihatnya dan beranggapan bahwa beliau tidak berkehendak untuk menikahinya, maka sahabat tersebut berkata: nikahkan saya ya Rasullah jikalau kamu tidak ada hajah (berkehendak) untuk menginginkannya, maka berkata Rasulullah : apakah kamu punya punya sesuatu? dia berkata tidak!, dan beliau berkata lagi buatlah cicin walaupun dari besi, kemudian sahabat tersebut mencarinya dan tidak mendapatkan nya, kemudian beliau bersabda : apakah kamu hafal beberapa surat dari alquran ? Dia menjawab iya! surat ini dan ini, maka beliau bersabda : saya nikahkan kamu dengan nya dengan apa yang kamu hafal dari alquran.”

Dari kontek hadist di atas sudah jelas sekali bahwa di perbolehkan bagi perempuan untuk meminta kepada seorang lelaki soleh yang bertaqwa dan berpegang teguh terhadap Dinnya untuk meminangnya, jika lelaki tersebut ingin maka nikahi dan jikalau tidak maka tolaklah, akan tetapi tidak di anjurkan untuk menolaknya secara terang-terangan cukup diam dengan memberikan isyarat, untuk menjaga kehormatan hati prempuan tersebut .

2. Khitbah bukan menghalalkan segalanya Khitbah (tunangan) bukanlah syarat sahnya nikah ,akad nikah tanpa khitbah tetap sah, akan tetapi khitbah suatu wasilah untuk menuju ke jenjang pernikahan yang di perbolehkan .

Mari kita simak syafi’iyah: khitbah adalah suatu yang di sunatkan dan di anjurkan ,dengan dalil fi’iliyah sebagai mana Rasulullah meminang aisyah binti abu bakar ra. Dalam masa penantian sebelum resmi menikah, seorang lelaki dan perempuan wajib menjaga kehormatan dirinya. Meskipun sudah melakukan khitbah atau pertunangan, tetap saja keduanya belum dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lazim dipraktekkan pasangan suami isteri.

Dari sini, tidak dibenarkan bagi kedua tunangan untuk melanggar batas-batas syariat, seperti percampuran dan kencan. Ketentuan umum terkait aurat, ikhtilath/khalwat tetap menjadi larangan. Untuk menghindari hal-hal sepertiini, solusi terbaik adalah tindakan preventif dari hal-hal yang diharamkan Allah swt, termasuk menjaga jarak dengan calon isteri atau suaminya sedini mungkin. Sebab, hubungan khatib (pelamar) dgn makhtubahnya (perempuan yang dilamar) adalah hubungan yang paling rawan dan berbahaya.

3.   Jangan berlama dalam masa khitbah Meski tidak ada nash khusus tentang batas waktu masa khitbah, tapi dianjurkan menikah dan khitbah tidak terlalu lama. Untuk menghindarkan fitnah dan berbagai potensi terjadinya kerusakan. Sesudah khitbah (permohonan menikah) disetujui, sebaiknya keluarga kedua pihak bermusyawarah mengenai kapan dan bagaimana walimah dilangsungkan.

“Dan sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya”

4.   Haram meminang pinangan saudaranya diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma menuturkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak boleh pula seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau peminang mengizinkan kepadanya”

Boleh hukumnya mengkhitbah lewat SMS, karena ini termasuk mengkhitbah lewat tulisan (kitabah) yang secara syar’i sama dengan khitbah lewat ucapan. Kaidah fikih menyatakan : al-kitabah ka al-khithab (tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860). Kaidah itu berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan dengan lisan (khithab).

Namun setelah saya coba konsultasi dengan mas’ul, bila SMS ini juga sudah disetujui oleh sang akhwat(wanita), maka haruslah setelah itu sang ikhwan(pria) berkunjung bersama walinya ke orang tua akhwat tersebut. agar khitbahnya menjadi sah.

Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho.

Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur.

C. Mahram Nikah

Pengertian mahram nikah :
1)  Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi. Sebenarnya antara keharaman menikahi seorang wanita dengan kaitannya bolehnya terlihat sebagian aurat ada hubungan langsung dan tidak langsung.
2)  Hubungan langsung adalah bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau keluarga. Hubungan tidak langsung adalah karena faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang wanita yang sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang wanita yang masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yang agamanya adalah agama penyembah berhala seperi majusi, Hindu, Buhda,
3)  Hubungan mahram ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat permanen, antara lain :
(1)   Kebolehan berkhalwat (berduaan)
(2)   Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
(3)   Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.
Ayat-ayat Tentang Kemahraman Di Dalam Al-Quran :
1)     Daftar mahram menurut (QS. An-Nisa : 23) :
23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :
(1)      Ibu kandung
 
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian tertentu dari auratnya di hadapan anak-anak kandungnya.
(2)      Anak-anakmu yang perempuan
 
Jadi wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan ayah kandungnya.
(3)      Saudara-saudaramu yang perempuan,
 
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan saudara laki-lakinya.
(4)      Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara laki-lakinya. Dalam bahasa kita berarti keponakan.
(5)      Saudara-saudara ibumu yang perempuan
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara wanitanya. Dalam bahasa kita juga berarti keponakan.
(6)      Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ayah.
(7)      Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ibu.
(8)      Ibu-ibumu yang menyusui kamu
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan seorang laki-laki yang dahulu pernah disusuinya, dalam hal ini disebut anak susuan.
(9)      Saudara perempuan sepersusuan
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang dahulu pernah pernah menyusu pada wanita yang sama, meski wanita itu bukan ibu kandung masing-masing. Dalam hal ini disebut saudara sesusuan.
(10)   Ibu-ibu isterimu
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami dari anak wanitanya. Dalam bahasa kita, dia adalah menantu laki-laki.
(11)   Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami ibunya (ayah tiri) tetapi dengan syarat bahwa laki-laki itu sudah bercampur dengan ibunya.
(12)   Isteri-isteri anak kandungmu
 
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi ayah dari suaminya. Dalam bahasa kita adalah mertua laki-laki.

2)     Daftar mahram menurut (QS An-Nuur : 31) :
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Dari Ayat ini juga berbicara tentang siapa saja orang yang boleh melihat sebagian aurat wanita yang dalam hal ini juga berstatus sebagai mahram. Orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini ada yang sudah disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 23 dan ada pula yang belum. Yang sudah disebutkan antara lain adalah ayah, anak, saudara laki-laki dan anak saudara laki-laki. Selebihnya belum disinggung.  Mereka adalah :
(1)   Suami
Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian auratnya tetapi seluruh auratnya halal bila terlihat.
(2)   Ayah
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan ayahnya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(3)   Ayah suami
Dalam bahasa kita adalah mertua. Yaitu ayahnya suami seorang wanita.
(4)   Putera atau anak
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anaknya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(5)   Putera-putera suami
 
Dalam bahasa kita maksudnya adalah anak tiri, dimana seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya anak tiri. 6. Saudara-saudara laki-laki. Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan saudara laki-lakinya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [3]
(6)   putera-putera saudara lelaki
 
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan putera saudara laki-lakinya (keponankan) telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [4]
(7)   Putera-putera saudara perempuan
 
Dalam bahasa kita maksudnya adalah keponakan dari kakak atau adik wanita.
(8)   Wanita-wanita Islam

Jadi bila sesama wanita yang muslimah, seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya, Tetapi tidak boleh terlihar seluruhnya. Karena satu-satunya yang boleh melihat seluruh aurat hanya satu orang saja yaitu orang yang menjadi suami. Sedangkan sesama wanita tetap tidak boleh terlihat seluruh aurat kecuali ada pertimbangan darurat seperti untuk penyembuhan secara medis yang memang tidak ada jalan lain kecuali harus melihat.

Adapun wanita yang statusnya bukan Islam seperti Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu atau ateis, maka seorang wanita musimah diharamkan terlihat auratnya meski hanya sebagian. Karena itu buat para wanita muslimah yang tinggal bersama di sebuah asrama atau di rumah kost, pastikan bahwa wanita yang tinggal bersama anda muslimah semuanya. Karena kalau ada yang bukan muslimah, anda tetap diwajibkan menutup aurat seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan sebagaimana di depan laki-laki non mahram. Begitu juga bila masuk ke kolam renang khusus wanita, pastikan bahwa semua pengunjungnya adalah wanita dan agamanya harus Islam.

(9)   Budak-budak yang mereka miliki
 
Di masa perbudakan, seorang wanita masih dibolehkan terlihat auratnya di hadapan budak yang dimilikinya. Tapi di masa kini, sopir dan pembantu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai budak, karena mereka adalah orang merdeka.
(10)   Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali sudah mati nafsu birahi baik secara alami atau karena dioperasi. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna :
(11)   Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
-  Mereka adala orang yang bodoh/pandir yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
-  Mereka adalah orang yang mengabdikan hidupnya pada suatu kaum (harim) yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
-  Mereka adalah orang yang impoten total.
-  Mereka adalah orang yang dipotong kemaluannya,
-  Mereka adalah orang yang waria yang tidak punya hasrat kepada wanita.
-  Mereka adalah orang yang tua renta yang telah hilang nafsunya

Pembagian mahram nikah :

Tentang siapa saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi tiga klasifikasi besar :
1. Mahram Karena Nasab
-   Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
-   Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
-   Saudara kandung wanita.
-   Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
-   Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
-   Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
-   Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
2. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
-   Ibu dari istri (mertua wanita).
-   Anak wanita dari istri (anak tiri).
-   Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
-   Istri dari ayah (ibu tiri).
3. Mahram Karena Penyusuan
-   Ibu yang menyusui.
-   Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
-   Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
-   Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
-   Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
-   Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

Penjelasan mahram nikah :
Mahram adalah seseorang, baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapaun sebab-sebab yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki dapat dabagi menjadi dua yaitu  haram dinikahi untuk selamanya dan haram dinikahi yang bersifat sementara, sebagaimana pembahasan berikut di bawah ini.

1)   Sebab haram dinikah untuk selamanya, dibagi menjadi empat macam yaitu haram sebab nasab, sebab pertalian nikah, sebab sepersusuan dan wanita yang telah dili’an. Adapun pembahasannya sebagai berikut :
(1)  Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nashab. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu, Nenek, Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki, Saudara perempuan,Bibi dari jalur ayah, Bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki, Anak perempuannya anak laki-laki.

“Diharamkan atas kalian (menikahi) ibu-ibu kalian, naka-anak  perempuan kalian, saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur ayah), saudara-saudara permpuan ibu kalian (bibi daru jalur ibu) anak-anak perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian, anak-anak perempuannya saudara perempuan kalian “ (Q.S. An Nisa /4: 23)
(2)  Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian nikah, mereka adalah sebagai berikut : Isteri ayah dan Istri kakek.  Allah SWT berfirman :
      “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”(QS. An Nisa/4 : 22)
Kemudian Ibu Istri (ibu mertua) dan nenek ibu istri, Anak perempuan istri (anak perempuan tiri).  Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu (QS.An Nisa/4: 22).
(3)  Wanita-wanita yang haram dinikahi karena sepersusuan. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu-ibu yang diharamkan dinikahi karena sebab nashab, Anak-anak perempuan, Saudara-saudara perempuan,  bibi dari jalur ayah,  bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki dan Anak perempuannya saudara perempuan.
(4)  Wanita yang telah di li’an
Suami haram menikahi wanita yang telah dili’annya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “ Suami Isteri yang telah melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi selama-lamanya”  (HR. Abu Dawud)

2)    Sebab Haram dinikah sementara
Haram dinikahi sementara maksudnya adalah seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam waktu tertentu. Bila sebab itu tidak ada lagi perempuan tersebut boleh dinikahi, sebab-sebab tersebut dibagi menjadi lima macam  yaitu ; sebab pertalian nikah, thlaq bain kubra, memadu dua orang bersaudara, beristri lebih dari empat orang dan berbeda agama.
(1)  Sebab Pertalian Nikah
Perempuan yang masih ada dalam ikatan perkawinan, haram dinikah dengan laki-laki lain, termasuk perempuan yang masih ada dalam massa idah baik iddah talak maupun iddah wafat : Allah SWT berfirman :

Artinya : “Janganlah kamu bertekad untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuandalam iddah wafat sebelum iddahnya habis”. (QS. Al Baqarah/4 : 235)
(2)  Sebab Thalaq Bain Kubra (perceraian sudah  tiga kali) 
Thalaq bain kubra adalah thalaq tiga. Sorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalaq tiga, haram baginya untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan isteri itu belum kawin dengan laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah lagi dengan mantan isterinnya dengan syarat mantan istri itu : telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru),dicampuri oleh suami baru , telah dicerai suami baru, dan habis masa iddah.
Allah berfirman :
“Selanjutnya jika suami mencerainya (untuk ketiga kalinya), perempuan tidak boleh dinikahi lagi olehnya sehingga ia menikah lagi dengan  suami lain. Jika suami yang baru telah mencerainya, tidak apa-apa mereka (mantan suami isteri) menikah lagi jika keduanya optimis melaksanakan hak masing-masing sebagaimana ditetapkan oleh Allah SWT (Al- Baqarah/2 : 230)
(3)  Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara.
Seorang laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan seorang perempuan (termasuk dalam masa iddah talak raj’i) haram baginya menikah dengan :
a)   Saudara perempuan isterinya, baik kandung seayah maupun seibu
b)   Saudara perempuan ibu isterinya (bibi istri) baik kandung seayah ataupun kandung seibu dengan ibu isterinya.
c)   Saudara perempuan bapak isterinya (bibi isterinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan bapak isterinya.
d) Anak perempuan saudara permpuan isterinya (kemenakan isterinya) baik kandung seayah maupun seibu
e)   Anak perempuan saudara laki-laki isterinya baik kandung seayah maupun seibu
f)  Semua perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya Allah SWT berfirman:
Diharamkan bagimu memadu dua orang  permpuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. (QS. An Nisa/4 : 23)
(4)  Sebab beristri  lebih dari empat orang.
Seorang laki-laki yang beristri lebih dari empat orang, haram lagi menikah dengan perempuan yang kelima. Seorang laki-laki boleh memperistri perempuan maksimal empat. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ : 3
3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

(5)  Sebab Perbedaan Agama
Mahram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam  yaitu perempuan musyrik haram dinikahi laki-laki muslim dan perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama selain islam.


D. Pernikahan Terlarang

Macam-macam pernikahan terlarang :
Nikah terlarang maksudnya pernikahan yang tidak diperbolehkan dalam agama Islam, karena sesuatu sebab yang lain atau perbuatan tersebut bukan merupakan ajaran Islam.Adapun macam-macam pernikahan yang dilarang dalam agama Islam adalah :

1) Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah tersebut dilarang karena dilakukan untuk waktu yang terbatas dan tujuannya tidak sesuai dengan tujuan perkawinan yang disyari’atkan. Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Nabi Muhammaad SAW tetapi kemudian dilarang untuk selamanya.
Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.” ( H.R. Muslim )

2) Nikah Syighar (kawin tukar)
Nikah sighar ialah wali bagi seorang perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain tanpa mas kawin, dengan pernjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan imbalan, yaitu mau mengawinkan wanita di bawah perwaliannya. Misalnya Amir menikahkan anaknya bernama Fatimah dengan Imran tanpa mahar harta benda, dengan perjanjian Imran mau menikahkan wanita dibawah perwaliannya kepada si Amir tanpa mahar. Yang dijadikan mahar adalah kemaluan masing-masing dari kedua wali tersebut. Malik berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak disyahkan selamanya, dan harus dibatalkan, baik sesudah atau sebelum terjadi pergaulan ( dukhul ).

Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Syighar ialah mengawinkan seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua mempelai tidak disertai dengan mas kawin” (HR. Bukahri muslim)

3) Nikah Muhallil ( Nikah untuk menghalalkan )
Nikah muhallil ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang dinikahinya bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga, untuk kawin lagi. Nikah tersebut dilarang karena tujuannya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya. Perempuan yang telah dithalak tiga, tidak boleh kawin lagi dengan bekas suaminya yang telah menthalak tiga itu, kecuali kalau perempuan tersebut sudah kawin dengan laki-laki lain, bukan untuk tujuan menghalalkan dinikahi oleh bekas suaminya yang pertama, telah dicampuri, dicerai oleh suami yang kedua dan baru boleh dinikah kembali.
Diantara dalil yang melarang nikah muhallil :
“Dari Ibnu Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang laki-laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )

Muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan dengan maksud menghalal-kan perempuan itu bekas suaminya yang telah menthalak tiga, untuk kawin lagi. Muhallahu adalah bekas suami yang telah menthalak tiga itu.

4) Nikah beda Agama
Maksudnya adalah laki-laki muslim dilarang menikahi perempuan non muslim atau sebaliknya wanita muslimah dilarang dinikahi laki-laki non muslim. Sebagaimana Firman Allah dalam alQur’an:
                                                                             
Artinya : “Jangan nikah perempuan-perempuan musyrik (kafir) sehingga mereka beriman, sesunguhnya hamba sahaya yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik hatimu (karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan laki-laki musyrik sehingga ia beriman.” (QS. AL Baqarah/2 : 221) .

E. Macam-macam Wali Nikah

Ketentuan dan macam-macam wali :
Macam Tingkatan Wali
Wali nikah terbagi mnjadi dua macam yaitu  wali nashab dan wali hakim.
1)  Wali nashab adalah wali dari pihak kerabat, artinya wali yang mempunyai pertalian darah atau keturunan dengan perempuan yang akan dinikahkannya. Wali nasab ditinjau dari dekat dan jauhnya dengan mempelai wanita dibagi menjadi dua, yaitu :
(1)     wali akrab ( lebih dekat hubungannya dengan mempelai perempuan) dan
(2)     wali ab’ad ( wali yang lebih jauh hubungannya dengan mempelai perempuan ).
Di bawah ini susunan wali nasab sebagai berikut :
1)   Ayah
2)   Kakek dari pihak bapak
3)   Saudara laki-laki kandung
4)   Saudara laki-laki sebapak
5)   Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6)   Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7)   Paman (saudara bapak) sekandung
8)   Paman (saudara bapak) sebapak
9)   Anak laki-laki dan paman kandung
10) Anak laki-laki dari paman laki-laki
11) Hakim

2)  Wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula. Dengan kata lain wali hakim ialah pejabat negara yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaanya di Indonesia dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (biasanya yang diangkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim. Sebagaimana sabda Rasulullah :

Artinya : “Dari ‘Aisyah ra. ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia  telah disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran antara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)

Adapun sebab-sebab berpindahnya wewenang wali nasab kepada wali hakim, adalah apabila wali nasab:
1)   Tidak ada wali nashab
2)   Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada
3)   Wali yang lebih dekat ghaib
4)   Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji
5)   Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
6)   Wali yang lebih dekat adal menikahkan, yaitu tidak mau menikahkan
7)   Wali yang lebih dekat tawari, yaitu sembunyi-sembunyi karena tidak mau menikahkan
8)   Wali yang lebih dekat ta’azzuz, yaitu bertahan, tidak mau menikahkan
9)   Wali yang lebih dekat mufqud, yaitu hilang tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan matinya.

Di samping ada wali nasab dan wali hakim masih ada istilah wali yang lain yaitu :
1. Wali Mujbir
Di samping ada wali nasab dan wali hakim masih ada wali mujbir yaitu wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta ijin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Dalam hal ini hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.
Kebolehan bapak dan kakek menikahkan anak perempauannya tanpa minta ijin terlebih dahulu padanya adalah dengan syarat-syarat :
1)   Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2)   Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3)   Calon suami itu mampu membayar mas kawin
4)   Calon suami tidak cacat.

2. Wali Adhal
Wali adhal ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suami karena tidak sesuai dengan kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah itu berakal sehat dan calon suami juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi hal seperti tersebut diatas, maka perwalian itu pindah langsung pada wali hakim, sebab adhal itu zalim sedang yang dapat menghilangkan kezaliman adalah hakim.

Artinya : “Kalau (wali-wali itu) enggan (menikahkan) maka hakim menjadi wali perempuan yang tidak mempunyai wali”
(HR. Abu Daud, Turnmudzi dan Ibnu Hiban).

Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali hakim. Kalau adhalnya itu karena sebab yang logis menurut  hukum Islam, maka tidak disebut adhal seperti : wanita itu nikah dengan pria yang tidak sekufu, maharnya di bawah mahar misil dan wanita itu dipinang oleh laki-laki yang lebih pantas daripada pinangan pertama itu.

3. Wali Muhakam
Wali Muhakam adalah wali hakim namun dalam keadaan darurat misalnya ketika ada kudeta sehingga tidak ada pemerintahan yang berdaulat sehingga tidak berada di tangan penguasa/ sultan. Demikian juga jika maula (Penguasa) tidak berada di negaranya sendiri tanpa seorang wali pun yang menyertai sedang negaranya tidak mempunyai perwakilan di negara tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar