Jumat, 22 Januari 2016

Memahami Hukum-Hukum Syar'i Madrasah Aliyah Kelas XII Semester Genap



BAB  I
MEMAHAMI HUKUM-HUKUM SYAR’I

Hukum taklifi dan penerapannya dalam Islam

Hukum Taklifi
Pengertian hukum taklifi adalah :
“Hukum yang menetapkan tuntutan melakukan sesuatu, atau tuntutan meninggalkan sesuatu, atau pilihan melakukan atau meninggalkan sesuatu, kepada seorang mukallaf.”

Maka hukum taklifi ada tiga yakni:
1) tuntutan melakukan secara pasti
2) tuntutan melakukan secara tidak pasti
3) tuntutan meninggalkan,

pilihan: melakukan atau meninggalkan
Contoh hukum taklifi:
a) Tuntutan mengerjakan suatu perbuatan : berpuasa pada bulan Ramadhan. QS Al-Baqarah : 183.    
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

b) Tuntutan meninggalkan suatu perbuatan : Berkata tidak sopan kepada orang tua.
23. dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850].

c) Tuntutan memilih: mengerjakan atau meninggalkan perbuatan : Mengqashar shalat ketika bepergian jauh : QS. An-Nisa : 101.
101. dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar[343] sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.

[343] Menurut Pendapat jumhur arti qashar di sini Ialah: sembahyang yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu bepergian dalam Keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, Yaitu di waktu dalam perjalanan dalam Keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam Keadaan khauf di waktu hadhar.

Taklif
Menurut abdul wahab khallaf Hukum taklifi adalah hukum yang menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan oleh mukallaf, atau melarang mengerjakannya, atau melakukan pilihan antara melakukan dan meninggalkannya.

Dasar Taklif
Dalam islam orang yang terkena taklif adalah mereka yang sudah dianggap mampu unuk mengerjakan tindakan hukum. Sebagian besar ulama ushul fiqh berpendapat bahwa dasar pembebanan hukum bagi seorang mukallaf adalah akal dan pemahaman.
Sebagimana sabda Rasulullah Saw.
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis orang: orang itu sampai ia bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila sampai ia sembuh” (HR. Bukhori, Turmudzi, Nasa’i, Ibn Majjah, dan Daru Quthni).

Syarat-syarat Taklif
1)   Orang itu telah mampu memahami kitab syar’i yang terkandung dalam Al Qur’an dan sunnah, baik secara langsung atau melalui orang lain.
2)   Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum, dalam ushul fiqh disebut ahliyah syafe’i, 2007: 336-338).

Jelaskan pengertian wajib beserta contohnya ?

Pengertian Wajib
Secara etimologi kata wajib berarti tetap atau pasti.
Secara terminologi,seperti yang dikemukakan Abd. Al-karim Zaidan, ahli hukum islam berkebangsaan Irak, wajib berarti:Sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan Rasul-Nya untuk dilaksanakan oleh orang mukalaf, dan apabila dilaksanakanakan mendapat pahala dari Allah, sebaliknya apabila tidak dilaksanakan diancam dengan dosa.
Contoh : ibadah shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat fitrah, haji dll.

Hukum wajib dari berbagai segi dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Bila dilihat dari segi orang yang dibebani  kewajiban hukum wajib dibagi menjadi dua macam yaitu:
Ø Wajib ‘Aini, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang yang sudah baligh dan berakal (mukalaf), tanpa kecuali. Kewajiban seperti ini tidak bisa gugur kecuali dilakukan sendiri. Misalnya, kewajiban sholat lima waktu sehari semalam, puasa dibulan Ramadhan.
Ø Wajib kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada seluruh mukalaf, namun bila mana telah dilaksanakan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu dianggap sudah terpenuhi sehingga orang yang tidak ikut melaksanakannya tidak lagi diwajibkan mengerjakannya. Misalnya kewajiban sholat jenazah.

Bila dilihat dari segi kandungan perintah, hukum wajib dapat dibagi kepada dua macam:
Ø Wajib mu’ayyan, yaitu: suatu kewajiban yang dituntut adanya oleh syara’ dengan secara khusus(tidak ada pilihan lain). Misalnya, sholat lima waktu, puasa Ramadhan,membayar zakat.
Ø Wajib mukhayyar, yaitu: suatu kewajiban yang di mana yang menjadi objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Misalnya, kewajiban membayar kaffarat (denda melanggar).

Bila dilihat dari waktu pelaksanaanya ada dua macam:
Ø Wajib mu’aqqat, yaitu: sesuatu yang dituntut syar’i untuk dilakukan secara pasti dalam waktu tertentu, seperti shalat lima waktu. Masing-masing sholat itu dibatasi wakti tertentu,artiya tidak wajib sholat sebelum waktunya dan berdosa jika mengakhirkan sholat tanpa udhur.
Ø Wajib mutlaq, yaitu:sesuatu yang dituntut syar’i untuk dilakukan secara pasti tetapi tidak ditentukan waktunya, seperti menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

Bila dilihat dari segi ukurannya ada dua macam:
Ø Wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang oleh syar’i telah ditentukan ukurannya, seperti zakat.
Ø Wajib ghairu muhaddad, yaitu kewajiban yang oleh syar’i tidak ditentukan ukurannya, seperti bershodaqoh, infaq.

Jelaskan pengertian mandub beserta contohnya ?

Pengertian Mandub
Kata mandub secara etimologi berarti “sesuatu yang dianjurkan”.
Secara terminologi yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-nya dimana akan diberi pahala jika melaksanakannya. Namun tidak mendapat dosa orang yang meninggalkannya. Seperti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan,

Mandub terbagi menjadi tiga tingkatan :
Ø Sunnah Muakadah (sunah yang dianjurkan), Yaitu perbuatan yang dibiasakan oleh Rasulullah dan jarang ditinggalkannya misalnya salat sunnah dua rakaat sebelum fajar.
Ø  Sunnah ghoir muakadah (sunah biasa), Yaitu sesuatu yang dilakukan Rasulullah namun bukan menjadi kebiasaannya misalnya : melakukan salat sunah dua kali dua rakkat sebelum salat dhuhur.
Ø Sunah al Zawaid, Yaitu mengikuti kebiasaan sehari- hari Rasulullah sebagai manusia misalnya sopan santunnya dalam makan dan tidur.

Jelaskan pengertian mubah beserta contohnya ?

Pengertian Mubah
Secara bahasa berarti”sesuatu yang diperbolehkan atau diijinkan”,
Menurut para ahli ushul adalah sesuatu yang diberikan kepada mukalaf untuk memilih antara melakukan atau meninggalkannya. Misalnya, ketika didalam rumah tangga terjadi cekcok yang berkepanjangan dan dikhawatirkan tidak dapat lagi hidup bersama maka boleh (mubah)bagi seorang istri membayar sejumlah uang kepada suami agar suaminya itu menceraikannya,sesuai dengan (QS.Al-Baqarah:229).
229.Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

[144] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

Dan juga termasuk mudah bila syar’i memerintahkan suatu perbuatan dan terdapat alasan yang emnunjukkan bahwa perintah itu berarti mubah. Misalnya, dalam (QS. Al Maidah : 2)

2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

[389]   Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[390]   Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
[391]   Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[392]   Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393]   Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.

Abu Ishaq al-Syathibi dalam kitabnya al-muwafaqat membagi mubah kepada tiga macam:
Ø   Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang pada sesuatu hal yang wajib dilakukan. Misalnya makan dan minum hukumnya mubah, namun mengantarkan seseorangsampai ia mampu mengerjakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya seperti sholat dan mencari rizki. Mubah yang seperti ini bukan berarti dianggap mubah dalam hal memilih makan atau tidak makan, karena meninggalkan makan sama sekali dalam hal ini akan membahayakan dirinya.

Ø   Sesuatu baru dianggap mudah bilamana dilakukan sekali-sakali, tetapi haram hukumnya bila dilakukan setiap waktu. Misalnya bermain, mendengankan musik.

Ø  Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang mubah pula. Misalnya membeli perabot rumah untuk untuk kepentingan kesenangan. Hidup senang itu hukumnya mubah dan untuk mencapai kesenangan itu memerlukan seperangkat persyaratan yang menurut esensinya harus bersifat mubah pula, karena untuk mencapai sesuatu yang mubah tidak layak dengan menggunakan sesuatu yang dilarang.

Jelaskan pengertian makruh beserta contohnya ?

Pengertian Makruh
Secara bahasa kata makruh berarti “sesuatu yang dibenci”.
Dalam istilah ushul fiqh kata makruh,menurut mayoritas ulama ushul fiqh, berarti sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk ditinggalkan akan mendapat pujian dan apabila dilanggar tidak berdosa.
Seperti halnya berkumur dan memasukkan air ke hidung secara berlebihan di siang hari pada saat berpuasa karena dikhawatirkan air akan masuk kerongga kerokongan dan tertelan.

Jelaskan pengertian haram beserta contohnya ?

Pengertian Haram
Menurut bahasa berarti yang dilarang.
Menurut istilah ahli syara’ haram ialah: “pekerjaan yang pasti mendapat siksaan karena mengerjakanya”. 
Secara terminologi ushul fiqh kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya,dimana orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena menaati Allah, diberi pahala. Misalnya larangan berzina dalam firman Allah                        :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.(QS.Al-isra’:32)

Dalam kajian ushul fiqh dijelaskan bahwa, sesuatu tidak akan dilarang atau diharamkan kecuali karena sesuatu itu mengandung bahaya bagi kehidupan manusia. Haram disebut juga muharram (sesuatu yang diharamkan).

Haram terbagi menjadi dua yaitu :
Ø  haram yang menurut asalnya sendiri adalah haram. Artinya bahwa hukum syara’ telah mengharamkan keharaman itu sejak dari permulaan, seperti zina,mencuri,shalat tanpa bersuci,mengawini salah satu muhrimnya dengan mengetahui keharamannya
Ø haram karena sesuatu yang baru. Artinya suatu perbuatan itu pada awalnya ditetapkan sebagai kewajiban, kesunnahan, kebolehan, tetapi bersamaan dengan sesuatu yang baru yang menjadikannya haram: seperti sholat yang memakai baju gosob, jual beli yang mengandung unsur menipu, thalaq bid’i (talaq yang dijatuhkan pada saat istri sedang haid).

6. Terapkan ketentuan yang sesuai dengan hukum wajib, mandub, mubah, makruh dan haram ?
Menerapkan hukum wajib, mandub, mubah, makruh dan haram itu harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai realisasi dari keyakinan beragama Islam kapan dan dimana pun kita berada harus selalu menjunjung tinggi ketentuan tersebut selama hayat dikandung badan.


Hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam

Pengertian Hukum Wadh’i
Hukum wadh’i yaitu hukum yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, dan penghalang untuk berlakunya suatu hukum.
Hukum wadh’i terbagi menjadi tiga. Berdasarkan penelitian, telah ditetapkan bahwa Hukum Wadh’i adakalanya menjadikan sesuatu sebagai:
Sebab
Syarat
Mani’

Jelaskan pengertian sebab beserta contohnya ?

Kata Sebab menurut bahasa berarti,”sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain”.
Kata Sebab menurut istilah Ushul Fiqh, seperti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, sebab yaitu: “sesuatu yang dijadikan oleh syari’at sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum”
Misalnya, tindakan perzinahan menjadi sebab (alasan) bagi wajib dilaksanakan hukuman atas pelakunya, tindakan perampokan sebagai sebab bagi kewajibannya mengembalikan benda yang dirampok kepada pemiliknya, melihat anak bulan Ramadan menyebabkan wajibnya berpuasa. Ia berdasarkan firman Allah SWT. (QS.al-Baqarah: 185) :

185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Jelaskan pengertian syarat beserta contohnya ?

Kata syarat secara bahasa yaitu, “sesuatu yang menghendaki adannya sesuatu yang lain” atau “sebagai tanda”.
Kata syarat menurut istilah Ushul fiqh sprti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan syarat adalah: “sesuatu yang tergantung kepadanya ada ssuatu yang lain, dan berada di luar dari hakikat sesuatu itu”.
Seperti: wudhu adalah  syarat bagi sahnya sholat apabila ada wudhu maka sholatnya sah, namun adanya wudhu belom pasti adanya sholat, adanya pernikahan merupakan syarat adanya talaq, jika tidak ada pernikahan maka tentu saja talaq tidak akan terjadi.

Para ulama Ushul Fiqh membagi syarat kepada dua macam:
1.  Syarat syar’i, yaitu syarat yang datang langsung dari syari’at sendiri. Contoh,semua syarat yang ditetapkan olh syar’i dalam perkawinan, jual beli, hibah, dan wasiat.
2.  Syarat ja’li, yaitu syarat yang datang dari kemauan orang mukalaf itu sendiri. Cotoh Syarat yang ditetapkan suami untuk menjatuhkan talaq kepada istrinya  dan ketetapan majikan untuk memerdekakan budaknya. Artinya jatuhnya talaq atau merdeka itu tergantung pada  adanya syarat, tidak adanya syarat pasti tidak akan  ada talaq atau merdeka. Bentuk kalimat talak adalah sebab timbulnya talaq, tetapi jika telah memenuhi syarat.

Jelaskan pengertian mani’ beserta contohnya ?

Mani’ adalah sesuatu yang adannya meniadakan hukum atau membatalkan sebab. Dalam suatu masalah, kadang sebab syara’ sudah jelas dan memenuhi syarat-syaratnya, tetapi ditemukan adanya mani’ (penghalang) yang menghalangi konsekuensi hukum atas masalah tersebut. Sebuah akad misalnya dianggap sah bilamana telaah memenuhi syarat-syaratnya dan akad yang itu mempunyai akibat hukumselama tidak terdapat padanya suatu penghalang(mani’). Misalnya akad perkawinan yang sah karena telah mncukupi syarat dan rukunnya adalah sebagai sebab waris-mewarisi. Tetapi masalah waris mewarisi itu bisa jadi terhalang jika suami membunuh istrinya atau sebaliknya. Di dalam sebauah hadist dijelaskan bahwa tidak ada waris-mewarisi antara pembunuh dan terbunuh.

Para ahli ushul fiqh membagi mani’ kepada dua macam:
1.  Mani’ al-hukm, yaitu sesuatu yang ditetapkan srari’at sebagai penghalang bagi adanya hukum. Misalnya, keadaan haidnya wanita itu merupakan mani’ bagi kecakapan wanita untuk melakukan sholat, oleh karena itu sholat tidak wajib dilakukannya pada waktu haid.
2.  Mani’ as-sabab, yaitu suatu yag ditetapkan syariat sbagai penghalang bagi berfungsinya suatu sebab sehingga dengan demikian sebab itu tidak lagi mempunyai akibat hukum. Contohnya, bahwa sampainya harta minimal satu nisab, menjadi sebab bagi wajib mengeluarkan zakat harta itu karena pemiliknya sudah tergolong orang kaya. Namun jika pemilik harta itu dalam keadaan berhutang dimana hutang itu bila dibayar akan mengurangi hartanya dari satu nisab, maka dalam kajian fiqih keadaan berhutang itu menjadi mani’ bagi wajib zahat pada harta yang dimilikinya itu. Dalam hal ini, keadaan berhutang telah mnghilangkan predikat orang kaya sehingga tidak lagi dikenakan kewajiban zakat harta
   
Jelaskan pengertian shihah beserta contohnya ?

Pengertian shihah (sah)
Pengertian sahnya menurut syar'i ialah : timbulnya berbagai macam kosekuensinya secara syar'iyyah atas perbuatan itu.
Contoh : jika sesuatu yang dilakukan oleh mukallaf merupakan perbuatan yang wajib, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, sedangkan pelaksanaan mukallaf tersebut memenuhi semua rukun dan syaratnya, maka kewajiban telah gugur darinya, tanggungannya dari kewajiban itu telah lepas, dan ia tidak mendapat hukuman di dunia, serta mendapatkan pahala di akhirat. Selanjutnya jika perbuatan yang dikerjakan si mukallaf adalah syarat seperti bersuci   (thaharoh) untuk shalat, dan mukallaf itu telah memenuhi persyaratan dan rukunnya, maka memungkinkan membuktikan yang disyaratkan sebagai yang sah.

Jelaskan pengertian bathil beserta contohnya ?

Pengertian bathil
Sedangkan pengertian bathil atau ketidak-sahannya ialah tidak timbulnya konsekuensinya yang bersifat syara'.
Contoh : jika sesuatu yang dikerjakannya adalah wajib, maka ia tidak gugur darinya dan tanggungannya tidak terbebas darinya. Dan jika ia merupakan sebab syar'i, maka hukumnya tidak timbul darinya, dan jika ia adalah syarat, maka yang disyaratkan tidak terwujud. Hal itu disebabkan bahwasanya syar'i hanyalah menimbulkan berbagai konsekuensi terhadap perbuatan, sebeb-sebab, dan syarat-syarat yang terwujud sebagaimana dituntut dan disyariatkan. Apabila tidak demikian, maka ia tidak diakui menurut syara'.

Di penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwasanya perbuatan, sebab, dan syarat yang muncul dari mukallaf dan tidak sesuai dengan apa yang dituntut oleh syar'i atau apa yang disyariatkannya, maka ia tidak sah menurut syara', dan konsekuensi hukumnya tidak timbul padanya, baik ketidak-sahannya tersebut karena rusaknya salah satu rukunnya atau ketiadaan salah satu syaratnya, baik perbuatan tersebut adalah ibadah, akad ataupun tindakan hukum. Berdasarkan hal itu, maka tidak ada perbedaan antara fasid dan batil, baik dalam ibadah maupun dalam muamalah.
Contoh :              
1)   Shalat yang batil adalah seperti shalat yang fasid (rusak), dimana kewajiban tidak gugur dari mukallaf dan tanggungannya tidak bebas.
2)   Perkawinan yang batal adalah seperti perkawinan yang fasid (rusak), tidak bisa memberikan pemilikan kesenangan, dan konsekuensinya tidak dapat timbul padanya.
3)   Jual beli yang bathil adalah seperti jual beli yang fasid, yang tidak memberikan faedah pemindahan milik pada dua barang yang dipertukarkan, dan hukum syara' tidak bisa timbul padanya.

Jelaskan pengertian azimah wa rukhshah beserta contohnya ?

Pengertian azimah
Secara etimologi, azimah berarti tekad yang kuat. Pengertian seperti ini dijumpai dalam surat Ali-Imran, 3:159;
159.Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Secara terminologi, para ulama ushul fikh merumuskannya dengan:
Hukum-hukum yang disyari’atkan Allah kepada seluruh hambaNya sejak semula. Maksudnya, sejak semula Pensyari’atannya tidak berubah dan berlaku untuk seluruh  umat, tempat dan masa tanpa kecuali.

Seluruh hukum taklifi termasuk dalam azimah dan para mukalaf di tuntut untuk melaksanakannya dengan mengerahkan kemampuan untuk mencapai sasaran yang di kehendaki hukum tersebut. Berdasarkan usaha ini orang tersebut berhak mendapatkan ganjaran pahala dari Allah, jika hukum yang di kerjakannya itu termasuk dalam kategori wajib dan sunah.

Menurut jumhur ulama, yang termasuk azimah, adalah kelima hukum taklif (Wajib, sunah, haram, makruh dan mubah), karena kelima hukum ini disyari’atkan bagi umat islam sejak semula. Akan tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa yang termasuk azimah itu hanya hukum wajib, sunah, makruh dan mubah. Ada juga ulama ushul fikh yang membatasinya dengan hukum wajib dan sunah saja, serta ada pula yang membatasi dengan wajib dan haram saja.  

Pengertian rukhshah
Rukhshah secara bahasa, berarti izin pengurangan atau keringanan.

Sedangkan menurut ulama ushul diartikan dengan:
Hukum yang berlaku berdasarkan dalil yang menyalahi dalil yang ada karena adanya udzur.
Dari pengertian di atas dipahami tiga syarat dari rukhshah yaitu:
1)   Rukhshah (keringanan) hendaknya berdasarkan dalil al-Qur’an dan Sunnah baik secara tekstual maupun konstektual melalui qiyas (analogi) atau ijtihad, bukan berdasarkan kemauan dan dugaan sendiri.
2)   Kata hukum mencakup semua hukum dan dalil hukum yang ada seperti wajib, sunnah, haram dan mubah semuanya bisa terjadi rukhshah di dalamnya.
3)   Adanya udzur baik berupa kesukaran atau keberatan dalam melakukannya.

Pembagian Rukhshah
Ditinjau dari segi bentuknya rukhshah dibagi menjadi tujuh macam yaitu:
1)     Rukhshah dengan menggugurkan kewajiban seperti boleh meninggalkan perbuatan wajib atau sunnah karena berat dalam melaksanakannya atau membahayakan dirinya apabila melakukan perbuatan tersebut, misalnya orang sakit atau dalam perjalanan boleh meninggalkan puasa Ramadhan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain". [al-Baqarah/2:184].
2)     Rukhshah dalam bentuk mengurangi kadar kewajiban, seperti mengurangi jumlah rakaat shalat yang empat pada waktu qashar atau mengurangi waktunya pada shalat jama’ karena musafir, Allah Subahnahu wa Ta'ala, berfirman : "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu [an-Nisaa/4:101].
3)     Rukhshah dalam bentuk mengganti kewajiban dengan kewajiban lain yang lebih ringan seperti mengganti wudhu’ dan mandi dengan tayamum karena tidak ada air atau tidak bisa atau tidak boleh menggunakan air karena sakit dan lainnya, mengganti shalat berdiri dengan duduk, berbaring atau isyarat, mengganti puasa wajib dengan memberikan makan kepada fakir miskin bagi orang tua yang tidak bisa berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan sembuhnya.
4)     Rukhshah dalam bentuk penangguhan pelaksanaannya kewajiban seperti penangguhan shalat Zuhur ke shalat Ashar ketika jama’ ta’khir atau menangguhkan pelaksanaan puasa ke luar bulan Ramadhan bagi orang yang sakit atau musafir.
5)     Rukhshah dalam bentuk mendahulukan pelakasanaan kewajiban seperti membayar zakat fithrah beberapa hari sebelum hari raya padahal wajibnya adalah pada akhir Ramadhan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu mengeluarkan zakat sehari atau dua hari sebelum hari raya [HR.Bukhari].
6)     Rukhshah dalam bentuk merubah kewajiban seperti merubah cara melaksasnakan shalat ketika sakit atau dalam keadaan perang, [an-Nisaa/4: 102].
7)     Rukhshah dalam bentuk membolehkan melakukan perbuatan yang haram dan meninggalkan perbuatan yang wajib karena adanya uzur syar'i seperti bolehnya memakan memakan bangkai, darah, dan daging babi pada asalnya haram, [al-Baqarah/4: 173].

Terapkan ketentuan sebab, syarat, mani’, shihah, bathil, azimah wa rukhshah ?

Menerapkan ketentuan sebab, syarat, mani’, shihah, bathil, azimah wa rukhshah  itu harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud realisasi dari keyakinan beragama Islam kapan dan dimana pun kita berada harus selalu menjunjung tinggi ketentuan tersebut selama hayat dikandung badan.

Mahkum bihi (fihi)
Jelaskan pengertian mahkum bihi (fihi) ?

Pengertian mahkum bihi
1)     Mahkum bihi adalah perbuatan manusia yang hukum syara’ ditemukan didalam perbuatan tersebut, baik berupa tuntutan, pilihan atau wadl’iy.
2)     Sebagian ulama ushul fiqh menggunakan istilah mahkum bihi untuk menunjuk pengertian objek hukum. Adapun yang menjadi objek hukum (mahkum bih) adalah perbuatan mukallaf, yaitu gerak atau diamnya mukallaf. Dalam hal ini, yang dapat diberi ketentuan, wajib atau makruh,atau haram,atau mubah adalah perbuatan mukallaf.
3)     “Mahkum fiihi adalah perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan hukum Allah (hukum syara’) dan rasulnya yang bersifat tuntutan mengerjakan , tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan, memilih suatu pekerjaan dan yang bersifat syarat sebab, halangan, azimah, rukshah, sah dan bathal”

Sebutkan syarat-syarat mahkum bihi (fihi) ?

Syarat-syarat mahkum bihi (Objek Hukum)
1)     Agar suatu perbuatan mukallaf pantas diberi predikat salah satu dari hukum taklifi yang lima, maka perbuatan tersebut mestilah memenuhi beberapa kriteria persayaratan. Kriteria perbuatan seorang mukallaf yang dapat diberi predikat hukum taklifi ialah sebagai berikut;
2)     Seorang mukallaf mestilah mengetahui dengan jelas bahwa yang memerintahkan atau melarang, atau memberi pilihan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan itu adalah Asy’Syari’.
3)     Karena itu, suatu perintah atau larangan yang tidak memiliki landasan yang jelas, baik langsung maupun tidak langsung, berasal dari Al-Qur’an atau hadist, tidak dapat diberi predikat hukum taklifi.
4)     Suatu perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan mukallaf atau ditinggalkannya, atau diberi kebebasan kepadanya untuk melakukan atau meninggalkannya, mestilah diketahui dan dipahami dengan jelas oleh mukallaf tersebut.

Hukum taklifi tidak dapat diterapkan kepada perintah atau larangan yang tidak jelas. Misalnya, pada surah al-Baqarah;43,
43. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

yakni perintah melaksanakan shalat dan membayar zakat pada ayat tersebut masih bersifat umum, dan belum ada perincian tatacara, waktu, jumlah rakaat dan rukun serta persyaratannya. Semata-mata berdasarkan ayat diatas saja, seorang mukallaf belum dikenai hukum wajib melaksanakan shalat. Karena itulah rasulullah SAW kemudian memberi contoh dan penjelasan tentang shalat yang diperintahkan Allah, sehingga setelah jelas perinciannya, barulah kepada perbuatan mukallaf dapat diberi predikat hukum taklifi, yakni wajib melaksanakan shalat.
Suatu perbuatan yang diperintahkan kepada mukallaf atau dilarang melakukannya atau ia bebas memilihnya, haruslah dalam batas kemaampuan manusia untuk melakukan atau meninggalkannya. Sebab perintah dan larangan Allah SWT adalah untuk dipatuhi dan demi kemaslahatan mukallaf. Oleh karena itu, Allah SWT tidak pernah dan tidak akan memrintahkan atau melarang suatu perbuatan yang manusia tidak mampu mematuhinya. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ; 286
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Jelaskan macam-macam mahkum bihi (fihi) ?

Macam-Macam Mahkum Bihi (fihi)
1)   Ditinjau dari keberadaannya secara material dan syara’:
(1) Perbuatan yang secara material ada, tetapi tidak termasuk perbuatan yang terkait dengan syara’. Seperti makan dan minum.
(2) Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara’, seperti perzinaan, pencurian, dan pembunuhan.
(3) Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara’ serta mengakibatkan hukum syara’ yang lain, seperti nikah, jual beli, dan sewa-menyewa.

2)   Sedangkan dilihat dari segi hak yang terdapat dalam perbuatan itu, mahkum fihi dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
(1) Semata-mata hak allah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan umum tanpa kecuali.
(2) Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang, seperti ganti rugi harta seseorang yang dirusak.
(3) Kompromi antara hak allah dan hak hamba, tetapi hak Allah didalamnya lebih dominan, seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina).
(4) Kompromi antara hak Allah dan hak hamba, tatapi hak hamba didalamnya lebih dominan, seperti dalam masalah qishas (Syafe’i: 2007: 331).

Jelaskan hak-hak Allah dalam mahkum bihi (fihi) ?

Semata-mata hak allah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan umum tanpa kecuali.
1)   Kompromi antara hak allah dan hak hamba, tetapi hak Allah didalamnya lebih dominan, seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina).

Jelaskan hak-hak hamba dalam mahkum bihi (fihi) ?
1)   Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang, seperti ganti rugi harta seseorang yang dirusak.
2)   Kompromi antara hak Allah dan hak hamba, tatapi hak hamba didalamnya lebih dominan, seperti dalam masalah qishas (Syafe’i: 2007: 331).

Mahkum ’alaih
Jelaskan pengertian mahkum ’alaih ?

Pengertian mahkum ’alaih
Mahkum ‘alaih berarti ‘orang mukallaf (orang yang layak dibebani hukum taklifi).

Jelaskan syarat-syarat mahkum ’alaih?

Syarat-syarat mahkum ’alaih
1)     Mampu memahami dalil-dalil hukum baik secara mandiri atau dengan bantuan orang lain minimal sebatas memungkinkannya untuk mengamalkan isi dari ayat atau hadis Rasulullah. Adanya kemampuan memahami hukum taklifi itu disebabkan seseorang itu mempunyai akal yang sempurna.
2)     Muakllaf harus bisa menanggung beban taklif. Beban taklif ini dalam pandangan ahli ushul terbagi menjadi dua;
3)     Ahliyatul wujub, kemampuan untuk mempunyai dan menanggung hak.
4)     Ahliyatul ada’, kemampuan untuk melahirkan kewajiban atas dirinya dan hak untuk orang lain.

Jelaskan’awaridh al-ahliyah dan konsekuensi hukumnya ?

Ahliyatul wujub ialah kemampuan untuk mempunyai dan menanggung hak.
Ahliyatul ada’ ialah kemampuan untuk melahirkan kewajiban atas dirinya dan hak untuk orang lain.

Konsekuensi hukumnya
1)     Halangan atas kemampuan
2)     Halangan kemampuan ini terbagi menjadi dua :
3)     Halangan alami (áwaridh samawiyah), halangan yang terjadi di luar kemampuan manusia.
4)     Halangan tidak alami (áwaridh ghair samawiyah), halangan yang terjadi karena perbuatan manusia dari diri sendiri maupun orang lain.
5)     Usianya sudah dewasa atau Baligh.

Kesimpulan
1)     Al-Hakim adalah pembuat hukum, yang menetapkan hukum, yang memunculkan hukum, dan yang membuat sumber hukum atau yang menemukan hukum, yang menjelaskan hukum, yang memperkenalkan hukum dan yang menyingkap hukum.
2)     Mahkum bih adalah perbuatan manusia yang hukum syara’ ditemukan didalam perbuatan tersebut, baik berupa tuntutan, pilihan atau wadl’iy.
3)     Mahkum fihi adalah perbuatan seorang mukallaf yang berhubungan dengan perintah syara’ baik itu tuntutan untuk mengerjakan atau meninggalkan, mauoun memilih pekerjaan yang bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhshah, sah dan batal.

--ooooo o0o ooooo--